Kamis, 14 April 2011



                    Aksara Mandarin sesuai legendanya diciptakan oleh Cang Jie pada 4000 tahun silam. Di kalangan rakyat Tiongkok terwariskan turun temurun kisah sebagai berikut : "Cang Jie mencipta tulisan, karena itu turun hujan biji jawawut dari langit, dan roh-roh jahat menangis pada tengah malam.“ Penulis dan pelukis Zhang Yanyuan menjelaskan pada zaman dinasti Tang (618 - 907) cerita turun temurun itu seperi berikut ini: Langit tidak dapat lagi menyembunyikan rahasiaNya kepada manusia. Melalui belajar tentang tulisan tersebut manusia akan mengenali tanda-tanda rahasia langit. Konon itu adalah sikon kebahagiaan yang sama dan seolah-olah langit telah menjatuhkan biji-bijian jawawut.

Roh-roh jahat kini tak dapat lagi bersembunyi, oleh karena umat manusia melalui aksara tersebut, dapat mengenali dasar-dan prinsip-prinsip dunia. Oleh karena itu tidak memungkinkan lagi bagi para roh jahat, menipu dan mendustai umat manusia. Tinggallah bagi roh jahat sebagai pelampiasan, menangis diam-diam pada tengah malam.


Aksara Mandarin ialah inti pusaka dari kebudayaan Tionghoa. Orang Tionghoa berpedoman pada „Kemanunggalan antara Tuhan dan manusia“ yang terefleksikan juga oleh aksara Mandarin. Aksara Mandarin berisikan ajaran Yi Jing (baca: Yi Cing), 5 unsur (api, air, kayu, logam, tanah) dan Yin-Yang dari kaum Taois, mereka memuat informasi lengkap dari langit, bumi, manusia, kejadian dan materi, yang keterkaitannya melalui perangkaian goresan-goresan disajikan dalam bentuk grafis.

Maka dari itu tercipta peramalan/orakel di Tiongkok kuno yang berbasiskan aksara. Xu Shen (baca: Su Shen), seorang peneliti aksara Mandarin pada zaman dinasti Han Timur (25-220) telah menganalisa struktur aksara Mandarin berdasarkan basis dari ajaran Yi Jing dan 5 unsur dan mengarang buku terpenting tentang aksara Mandarin berjudul „Penjelasan Tulisan dan Analisa Pictogram [Shuo Wen Jie Zi].“ Di dalam bukunya, Xu Shen membagi aksara Mandarin dalam 6 kategori: Xiàngxíng (baca: Siang Sing), „Pictogram“, yang diilustrasikan sesuai wujud tampilannya (misalkan: 山 Shan = gunung); Zhǐshì, „Pemaknaan (suatu) keadaan“ – simbol, ideogram; Huìyì, „Kesatuan arti“ – aksara, yang terdiri dari dua atau beberapa tanda dipersatukan dengan berbagai arti dan isinya berkaitan dengan isi baru secara keseluruhan; Xíngsheng, “Bentuk dan bunyi” – goresan yang dipersatukan dan terdiri dari tanda bunyi dan tanda indikasi-arti (Phonogramme).

Salah satu contohnya ialah aksara Ma (mama) 媽. Komponen sebelah kanan馬 (mǎ = kuda) memberikan lafal, sementara itu komponen sebelah kiri女 (nǚ = perempuan) menunjukkan artinya. Komponen-komponen yang bermuatan arti sering kali juga merupakan radikal yang disusun seseuai tandanya di dalam kamus; Jiǎjiè, „dibawah sebutan palsu“ – aksara, yang dengan lafal sama tapi dipergunakan untuk pengertian yang beda; Zhuǎnzhù, „Memutar dan menuangkan“ – sinonimSekitar 90% dari keseluruhan aksara Mandarin ter-kategori sebagai phonogram di grup Xingsheng „Bentuk dan Bunyi“.
Laki-laki dan perempuan

Tanda ini 男 berarti laki-laki. Aksara ini lagi-lagi terdiri dari gabungan 2 aksara. Goresan di bagian paruh atas - 田 – berarti Sawah, sedangkan bagian paruh bawah - 力 – berarti tenaga. Lelaki adalah sebagai tenaga, yang bekerja di sawah, bisa dimaklumi, begitulah penjelasan dari kamus asal usul bahasa Tionghoa „Penjelasan aksara dan analisa tulisan [Shuo Wen Jie Zi]“ tentang arti aksara lelaki 男. Tiongkok kuno disebutkan: “Lelaki mengatur urusan di luar” – maka dari itu pekerjaan di sawah, pemimpin militer, pegawai dan melakukan perdagangan termasuk urusan kaum lelaki. Seorang lelaki pertama-tama ialah putra dari orang tuanya; kemudian, jikalau ia menikah, ia lelakinya si istri, dan apabila keduanya beranak-pinak, sebagai bapak dari anak-anaknya.

Semua tulisan, yang terdiri dari女, pasti segala sesuatunya berhubungan dengan wanita, seperti 妻 (Qi/isteri), 妇 (Fu/ibu rumah tangga) dan 母 (Mu/ibu). Dalam pada itu tulisan 妻 (Qi/isteri), bagian atasnya terdiri dari Sapu, dan bagian bawah dari 女 (wanita), digabungkan, menjadi istri, yang memegang sapu di tangan. Dibandingkan dengan para lelaki, para wanita pada zaman Tiongkok kuno mengatur urusan dalam rumah tangga, seperti memasak, membersihkan dan menjahit.

YI義 = KEADILAN, KEJUJURAN, KESETIAAN

Yi 義, mempunyai arti luas, seperti keadilan, kejujuran, setia, pemenuhan janjinya sendiri. Aksara itu terdiri dari bagian paruh atas 羊 (kambing) dan aksara bagian bawah ialah 我 (saya). Kambing bersifat penurut dan baik hati, daging kambing terasa enak dan bergizi. Maka dari itu kambing di zaman dulu ialah simbol dari rezeki dan kebaikan. Manusia menggunakan daging kambing sebagai hewan kurban, untuk ber-terimakasih kepada bumi, langit dan dewata. 我 (saya) asalnya dari tulisan ramalan pada tulang dan disitu berarti alat bertempur dengan gigi gergaji. „義" -- „我是羊 (saya adalah kambing), berarti, bahwa diri sendiri dapat berkorban demi keadilan, persis seperti ketika orang mengkurbankan daging kambing kepada Tuhannya. Dengan aksara義 seharusnya orang menyadari, kesiapan seseorang untuk memiliki dan bagaimana orang seharusnya menjalani kehidupannya.

Oleh karena itu 義 termasuk bagian kategori „Zhiyi" – „Persatuan arti“ – aksara, yang terdiri dari dua atau beberapa aksara dengan gabungan dari arti-kata yang berbeda-beda dan pengertiannya berkaitan dengan pengertian menyeluruh sebagai akumulasi darinya. Aksara mandarin 眞 (Zhen) terdiri dari 2 ideogram 十 (Shi) dan 目 (Mu). 十 adalah aksara untuk angka SEPULUH dan merupakan symbol dari 10 arah mata angin alam semesta kita. 目 bermakna MATA. 十 目 dengan demikian ialah mata dewata atau juga maha mengetahui. Aksara ini berdasarkan dari kepercayaan orang Tionghoa bahwa hanya mahluk surgawi, dengan lain kata para dewata memiliki kemampuan, mengenali: kebenaran, dan kesejatian. Disebutkan bahwa para dewata adalah bebas dan tiada keterkekangan. Sebaliknya manusia terbatas oleh penglihatannya yang serba subyektif dan tergantung dari panca-inderanya.

眞 memainkan peran sentral di dalam ajaran aliran kepercayaan Dao (baca: Tao). Di dalam ajaran taoisme, dengan hal tersebut manusia berupaya melalui kultivasi, melalui usahanya menuju Kesejatian untuk kembali/balik ke asalnya di alam semesta. Tujuan setiap taois ialah menjadi seorang manusia sejati 眞人 (Zhen Ren), seseorang yang benar-benar sempurna. 眞人 telah mencapai kesejatiannya dan eksis dengan meleburkan dirinya ke dalam alam semesta. Kondisi seperti ini bisa diidentikkan dengan pencerahan di dalam buddhisme. Manusia sejati telah terbebas dari berbagai konsep, imajinasi dan batasan-batasan, karena ia telah merealisasikan kebebasan dan kosong yang absolute, demikian disebutkan di dalam taoisme.

Berlawanan dengan 眞, kedua aksara Jia 假 dan Wei 伪 yang bermakna palsu atau juga dipalsukan. Kedua aksara tersebut sama-sama memiliki ideogramm 亻 yang merupakan simbol dari manusia, atau yang berhubungan dengan manusia. Karena dusta dan kepalsuan, demikian sesuai yang disampaikan dalam tradisi budaya Tionghoa, berasal dari manusia. Paruh kiri aksara yang bermakna Kebajikan, Moral dan Susila ini, yakni 德 (De), membentuk ideogram "ㄔ" yang selama ribuan tahun dipergunakan sebagai simbol untuk Betis dan Kaki, yang melambangkan: Berjalan Dengan Tegak, Langkah atau juga Perilaku.

Paruh kanan terbentuk dari empat aksara 十目一心 (Shi Mu Yi Xin, yang ditumpuk dari atas ke bawah). Persis ditengah-tengah keempat aksara tersebut terdapat aksara 一 (Yi) yang bermakna: angka Satu, dan merefleksikan pembentukan alam semesta melalui pemisahan unsur Yin (negatif) dan Yang (positif). Aksara 十 (Shi) ialah huruf Tionghoa untuk angka Sepuluh dan juga berarti: Lengkap dan Sempurna, dimana Lengkap dan Sempurna hanya dimiliki Dewata. Aksara目(Mu) di dalam bahasa Tionghoa bermakna: Mata dan 心 (Xin) dimaksudkan sebagai: Hati Manusia. Dengan demikian empat aksara paruh kanan 十目一心 (Shi Mu Yi Xin) bermakna: „Pengamatan Dewata atas hati manusia“. Aksara De德, kumpulan dari beberapa aksara, dengan demikian bermakna bahwa perilaku seorang manusia yang selaras dengan perintah Dewata, jadi harus penuh dengan kebajikan. Seringkali orang-orang pada zaman Tiongkok kuno mengingatkan tentang „Mengakumulasikan kebajikan“. Karena dengan memiliki banyak kebajikan, sama halnya dengan sebuah kesadaran yang kuat untuk moral dan susila, menjanjikan sebuah Reinkarnasi (Kelahiran kembali setelah meninggal) yang baik. Sebagaimana kehidupan sesudah reinkarnasi akan berjalan, sesuai ajaran-ajaran Buddha ialah ditentukan oleh akumulasi dari kebajikan tadi, jadi dengan melalui, seberapa banyak kebaikan atau seberapa sedikit keburukan yang telah dilakukan oleh seseorang pada kehidupan masa lampaunya.

Aksara De德 membuktikan, betapa kebudayaan Tiongkok dahulu kala terpateri dengan kuatnya oleh agama Buddha dan Dao. Sebaliknya orang Tionghoa zaman sekarang berpendapat bahwa aksara-aksara mereka seringkali dikeluhkan sebagai „Terlalu Ruwet“.Paruh kiri aksara yang bermakna Kebajikan, Moral dan Susila ini, yakni 德 (De), membentuk ideogram "ㄔ" yang selama ribuan tahun dipergunakan sebagai simbol untuk Betis dan Kaki, yang melambangkan: Berjalan Dengan Tegak, Langkah atau juga Perilaku. Paruh kanan terbentuk dari empat aksara 十目一心 (Shi Mu Yi Xin, yang ditumpuk dari atas ke bawah). Persis ditengah-tengah keempat aksara tersebut terdapat aksara 一 (Yi) yang bermakna: angka Satu, dan merefleksikan pembentukan alam semesta melalui pemisahan unsur Yin (negatif) dan Yang (positif). Aksara 十 (Shi) ialah huruf Tionghoa untuk angka Sepuluh dan juga berarti: Lengkap dan Sempurna, dimana Lengkap dan Sempurna hanya dimiliki Dewata. Aksara目(Mu) di dalam bahasa Tionghoa bermakna: Mata dan 心 (Xin) dimaksudkan sebagai: Hati Manusia.

Dengan demikian empat aksara paruh kanan 十目一心 (Shi Mu Yi Xin) bermakna: „Pengamatan Dewata atas hati manusia“. Aksara De德, kumpulan dari beberapa aksara, dengan demikian bermakna bahwa perilaku seorang manusia yang selaras dengan perintah Dewata, jadi harus penuh dengan kebajikan. Seringkali orang-orang pada zaman Tiongkok kuno mengingatkan tentang „Mengakumulasikan kebajikan“. Karena dengan memiliki banyak kebajikan, sama halnya dengan sebuah kesadaran yang kuat untuk moral dan susila, menjanjikan sebuah Reinkarnasi (Kelahiran kembali setelah meninggal) yang baik. Sebagaimana kehidupan sesudah reinkarnasi akan berjalan, sesuai ajaran-ajaran Buddha ialah ditentukan oleh akumulasi dari kebajikan tadi, jadi dengan melalui, seberapa banyak kebaikan atau seberapa sedikit keburukan yang telah dilakukan oleh seseorang pada kehidupan masa lampaunya. Aksara De德 membuktikan, betapa kebudayaan Tiongkok dahulu kala terpateri dengan kuatnya oleh agama Buddha dan Dao. Sebaliknya orang Tionghoa zaman sekarang berpendapat bahwa aksara-aksara mereka seringkali dikeluhkan sebagai „Terlalu Ruwet“.

Aksara mandarin untuk keluarga, rumah tangga atau rumah ialah 家 - „Jia“, yang terdiri dari ideogram-atas 宀 = rumah, dan bawah 豕 = babi. „Seekor babi di dalam rumah“ dianggap sebagai rumah, rumah tangga atau keluarga berasal dari karakter babi di Tiongkok sbb.:

Di zaman Tiongkok kuno babi dipandang sebagai binatang yang pandai dan dikagumi atas keberaniannya. Kabarnya babi, demikian pantun rakyat yang berasal dari Tiongkok utara adalah binatang terberani, masih di depan beruang atau macan. Sesuai dengan sebuah ungkapan dari zaman Tiongkok kuno yakni: Dalam berburu seekor macan orang membutuhkan banyak keberanian dan dalam perburuan babi hutan harus ditambah lagi dengan sebuah peti mati, jadi kesiapan juga untuk mengorbankan jiwanya sendiri. Babi hutan yang diburu tidak melarikan diri seperti macan atau beruang, melainkan menyerang para pemburu, dimana mereka dikarenakan kepintaran dan instinknya terhadap perangkap terutama dianggap sebagai lawan yang sangat berbahaya. Dengan babi, orang Tionghoa mengkaitkannya dengan kemakmuran dan uang, karena dahulu kala yang mampu memelihara babi hanyalah keluarga berada, jadi hanya para orang kaya saja yang mampu membeli daging babi. Karena di zaman baheula Tiongkok, kaya-anak identik dengan „Kebahagiaan di dalam keluarga“, babi dijadikan sebagai simbol dari kebahagiaan dikarenakan kesuburannya. „Seekor babi di dalam rumah“: 家 – Jia, merefleksikan juga dalam banyak hubungan bahwa orang Tionghoa mendoakan Kebahagiaan untuk Keluarga, Rumah tangga dan Rumahnya.

Dari sekian puluh ribu tulisan Tiongkok yang rumit, 一 (yi) adalah yang termudah dan juga aksara pertama yang di pelajari oleh setiap anak Tionghoa. Kebanyakan一 (yi) adalah simbol untuk angka „1“, yang paling umum dikenal orang. Sebaliknya hanya sedikit orang saja yang mengetahui filsafat mendalam yang tersembunyi di balik tulisan paling sederhana ini.

一 (yi) melambangkan Weltanschauung (pandangan hidup) tentang penciptaan alam semesta. Menurut mithologi (Tiongkok) sebelum penciptaan dunia, terdapat hanya sebuah massa yang tak dapat dipegang dan tak berbentuk. Massa tersebut terurai menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian lagi-lagi terurai dan membentuk beraneka jenis materi. Di dalam ajaran Tao (Jalan spriritual kembali ke jati diri asli), terdapat pula sebuah penjelasan serupa untuk penciptaan alam semesta. Sesuai ajaran Laotse, seluruh kehidupan berasal dari satu一 (yi), karena sebelum eksis Yin (feminin) dan Yang (maskulin) yang melalui keharmonisannya semua kehidupan dilahirkan, hanyalah terdapat satu/keseluruhan – Tao sebagai energi asal muasal. Dengan pembelahan menjadi Yin dan Yang pada akhirnya energi ringan membubung dan yang berat tenggelam.Di alam semesta, hingga detik ini senantiasa dapat ditemukan penampakan pembagian (Yin dan Yang) ini: seperti yang senantiasa terlihat oleh manusia, pada cakrawala nan luas, pemisahan yang gamblang antara langit dan bumi di horison kita.

Menurut ajaran Laotse, manusia tidak boleh menjauhkan dirinya dari Tao, dari yang satu,一 (yi), asal-muasal (sejati) eksistensi/kehidupannya. Konsekwensinya adalah penghancuran dan pemusnahan eksistensi dirinya sendiri. Karena Tao dipandang sebagai sumber dari mana seluruh alam semesta berasal. Bagi manusia dan masyarakat hal ini bermakna: Upaya mendekatkan diri dengan Tao, dimana manusia mempraktekkan kesejatian dalam kehidupan sehari-hari, jadi secara kongkrit: Berbicara benar dan berkelakuan benar. Dengan demikian manusia dapat kembali ke asal-muasal dan ke sejatinya serta pada akhirnya menjadi seorang "MANUSIA SEJATI“.

Aksara mandarin untuk lawan kata baik ialah: 壊 (Huai). Pada mulanya ia berasal dari aksara 败 yang berarti membusuk atau kehilangan, ditambah dengan aksara 土 yang berarti tanah. Tanah dan membusuk berkaitan erat sekali di dalam tradisi Tiongkok. Karena semua materi yang rusak, membusuk, meranggas dan hancur sama sekali, pada akhirnya berubah kembali menjadi tanah. Menurut mitologi Tiongkok bahwa manusia diciptakan dari tanah, konon ibu dari segala ibu yakni: Niu Wa membentuk/mencipta manusia dari tanah. Sesuai sebuah pepatah Tiongkok bahwa manusia memperoleh kedamaian setelah kematiannya, juga hanyalah kembali ke tanah.

Paruh kanan dari aksara mandarin untuk jelek dan terdiri dari 3 ideogram yakni: 十 (shi= sepuluh, 四 (si= empat), 衣 (yi= pakaian). 四= Empat selain bermakna angka 4 juga dalam hal ini sebagai ideogram "目" (mu = mata) yang ditulis dengan posisi horisontal. bermakna angka sepuluh, yang berarti 10 arah mata angin dan dengan demikian identik dengan alam semesta. Seperti telah disebut dalam tulisan yll. berarti penggabungan aksara十目bermakna mata dewata yang maha tahu. Ideogram ketiga衣adalah simbol untuk pakaian.

Aksara 褱dengan demikian bermakna bahwa mata maha tahu dari para dewata dapat melihat tembus melalui permukaan pakaian. Apa yang diteropong menunjuk ke ideogram paruh kiri, 土, dari壊: itu adalah tanah, si jelek, si yang menjadi busuk. Dari dalam aksara 壊 terbaca dengan demikian kepercayaan tradisional Tiongkok yang hanyalah para dewata dapat menentukan tentang yang jelek, jahat dan busuk. Hanya mahluk tingkat tinggi yang dapat membedakan antara baik dan buruk di dalam dunia manusia, karena antar sesama manusia, mahluk yang setara, tidak memiliki kemampuan tersebut. Mereka tidak mampu melihat tembus melalui pakaian.

黨 (dang) adalah aksara yang banyak mengandung komponen makna negatif. Pada awalnya symbol tulisan tersebut bersumber dari aksara不鲜 (buxian: baca Pu sien = tidak segar).. Aksara 鲜 (xian = segar) terdiri dari ideogram鱼 (yu = ikan) dan 羊 (yang = kambing). 不 (bu) menyatakan di dalam bahasa mandarin bentuk penyangkalan. 不鲜 (buxian) dengan demikian menyatakan bahwa sesuatu yang bukan ikan juga bukan kambing.

Baik ikan maupun kambing memiliki bau yang kuat-menyengat, selain itu bau bangkainya nyaris tak tertahankan. Apabila sesuatu yang bukan ikan dan kambing lalu di dalam pengalihan maknanya ialah sesuatu yang tidak segar lagi. 黨 (dang) terdiri dari ideogram尚 (shang) dan 黑 (hei). 尚 (shang) bermakna: Menantang. 黑 (hei) melambangkan warna Hitam.

Hitam adalah warna paling tidak disukai di Tiongkok. Selain daripada itu di Tiongkok warna Hitam juga dipandang sebagai warna berkabung. Orang Tionghoa mengkaitkan warna Hitam dengan sesuatu yang terbakar. Hal itu dibuktikan juga oleh paruh-bawah 灬 yang merupakan symbol dari api. Kebanyakan benda yang terbakar, warnanya berubah meng-hitam. Juga abu-jenazah dari orang yang kita cintai adalah abu-kehitam-hitaman. Warna Hitam begitu tidak disenangi bukannya karena seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang jelek. Antara lain ada anggapan negatif dari orang Tionghoa terhadap warna Hitam juga disebabkan bahwa orang zaman dulu hanya hal jelek saja yang dibakar dan menghasilkan warna Hitam.

黨 (dang) memiliki juga sebuah makna negatif dikarenakan terdiri dari aksara尚黑 (warna hitam yang menantang). Di dalam sejarah Tiongkok yang panjang, Partai bereputasi buruk. Khonghucu berkata: „Saya mendengar bahwa tak ada seorangpun yang mulia mau memasuki sebuah partai.“ Di dalam kitab luar-biasanya yakni „Lun Yu“ beliau menjelaskan: „Untuk saling menolong dalam menutup-nutupi perbuatan-perbuatan aib, orang membentuk sebuah Partai.“

醫 (yi) di dalam bahasa Tionghoa dipergunakan selain sebagai kata benda (kedokteran) juga sebagai kata kerja (tindakan medis).

Asal muasalnya dijumpai pada aksara Jia Gu (Aksara-gaib kuno yang diukir pada cangkang kura-kura atau tulang hewan lainnya) dimana ia dilambangkan dengan jauh lebih sederhana dan hanya memiliki bagian: 医 (yi) saja, yang sangat jelas dapat dikenali sebagai simbol anak-panah runcing dengan pengait.

Dahulu kala panah adalah senjata paling umum di dalam pertarungan dan perang. Para serdadu seringkali terluka oleh panah dan ujung anak panah harus dikeluarkan dari dalam tubuh dimana biasanya dipergunakan sebuah alat berupa kait. Bagi orang yang kala itu dapat mengeluarkan/mencabut keluar anak panah dengan menggunakan sebuah pengait, disebut sebagai dokter/tabib. Proses pengeluaran tersebut jelas adalah suatu tindakan medis. Aksara-aksara Jia Gu untuk Kedokteran atau Tindakan Medis: 医 (yi), merefleksikan dengan demikian metoda medis primitive dari suatu masa pada 4.000 tahun silam.

Dengan perkembangan masyarakat umat manusia terbentuklah aksara Tionghoa masa kini untuk Kedokteran - 醫 (yi). Ia terdiri dari 3 bagian yakni: 医 (yi), 殳 (shu) dan 酉(you). Di dalam aksara-Jia Gu 殳 (shu) melambangkan sebuah tangan yang memegang peralatan. 殳 (shu) digabungkan ke dalam aksara 醫 (yi) sebagai lambang peralatan, merupakan sinonim: pisau skalpel di dalam operasi- medis. 酉(you) pada aksara Jia Gu terlihat bagaikan sebuah guci/gentong arak yang bagian bawahnya menggelembung.

Ia melambangkan alkohol/arak. Pada aksara 醫 (yi), makna simbol 酉 (you) ialah cairan desinfektan dari pisau-skalpel untuk keperluan operasi medis menggunakan alkohol yang berkhasiat seperti obat bius. Perubahan pada aksara mandarin untuk kedokteran dan tindakan medis menunjukkan perkembangan ilmu kedokteran Tiongkok. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa di dalam kedokteran Tiongkok tradisional tidak melulu dilakukan penyembuhan melalui minuman herbal (ekstrak tumbuh-tumbuhan), sesuai yang dewasa ini diperkirakan di banyak tempat dunia, melainkan juga sudah terdapat (metode) operasi-medis.

Aksara mandarin lekat dengan religiusitas, ia mencerminkan kepercayaan manusia pada zaman dahulu pada eksistensi sang Pencipta. Keistimewaan aksara mandarin terutama terletak pada kompleksitasnya. Seringkali sebuah aksara terdiri dari beberapa tanda/aksara independen yang kemudian setelah terbentuk, kemudian dari situ secara bersama memiliki sebuah makna tertentu. Sesuai dengan interpretasi dari makna masing-masing yang telah terbentuk bersama, sebuah aksara dengan demikian dapat memiliki makna yang banyak. Disamping sebuah ketidakjelasan dari ketepatan maknanya hal tersebut membuatnya menjadi terbalik dalam hal bahwa makna yang rumit di dalam bahasa Tionghoa seringkali digambarkan dengan beberapa goresan saja.

Contoh untuk itu ialah aksara 責 (ze) yang bermakna: Kewajiban, Tanggung jawab, Mengajukan, Meminta, Menegur dan menghukum. Ia total terdiri dari 3 ideogram: 主 (zhu), 且 (qie) dan 人 (ren). 主 (zhu) adalah simbol untuk Tuhan atau ketuhanan sang pencipta dunia. Dengan 且 (qie) disimbolisasikan aneka rupa dimensi alam semesta yang di dalamnya hidup tak terhitung banyaknya dan beraneka ragam mahluk hidup. Ideogram ke tiga, 人 (ren) adalah aksara mandarin untuk manusia. Di dalam persatuan ketiga simbol tersebut menunjukkan pemahaman manusia-manusia kala itu untuk kata tanggung jawab yang mengamat-amati manusia dan para mahluk hidup di dalam dimensi yang berbeda, sebab sang Pencipta merasa diri sendiri terpanggil untuk itu dan bertanggung jawab. Mengambil alih tanggung jawab bermakna bagaimana diri sendiri bersikap dengan suatu cara terhadap orang lain. Barang siapa memikul tanggung jawab dan melaksanakan kewajibannya, mengamat-amati, mengajukan, menegur dan menghukum. Maka dari itu tanggung jawab bagi orang yang memikulnya, dalam tingkatan tertentu juga senantiasa berkaitan dengan pengorbanan.

Aksara mandarin memiliki asal-usul dari sudut pandang orang Tionghoa yang berusia ribuan tahun dan seringkali lekat dengan ajaran Taoisme yang mempengaruhi cara berpikir orang Tionghoa selama ribuan tahun. Sebuah contoh untuk pengaruh melalui Taoisme itu ialah aksara 還 (hai) yang di dalam bahasa mandarin dipergunakan untuk kata tambahan “masih“. Ia terdiri dari dua ideogram辶 dan 睘. 睘 adalah tonggak utama dari aksara ini maka dari itu ia merupakan pemaknaan utama. Sebagai ideogram ia terdiri atas aksara: 四 (si/empat), 大 (da/besar), 一 (yi/satu) dan 心 (xin/hati). 四 (si/baca: se) adalah aksara untuk angka „Empat“ dan大 (da/baca: ta) adalah untuk kata sifat „Besar“. Sesuai dengan sudut pandang Taoisme, Empat Besar /四大dilambangkan untuk Dao (baca: Tao = jalan spiritual untuk mencapai kesempurnaan), Langit, Bumi dan Penguasa.

Kedua aksara一心 bermakna hati manusia, dimana Yi 一 bermakna persatuan „Empat Besar“ dengan Hati. Ajaran Tao dipengaruhi oleh pemikiran bahwa manusia itu harus berupaya menjadi satu dengan langit dan bumi/Alam Semesta. Harmoni adalah kata kunci untuk solusi tersebut. 四 (si/empat), 大 (da/besar), 一 (yi/satu) dan 心 (xin/hati) dengan demikian menjiwai kondisi seorang manusia yang hidup penuh keselarasan dengan Empat Besar, Tao, Langit, Bumi dan Penguasa dan dengan demikian telah mencapai akhir/kesempurnaan dari hakikatnya. Ideogram sebelah kiri yakni: 辶 menandakan situasi kedinamisan. Aksara 辶 ini menandakan suatu gerakan, ideogram 辶 selalu bermakna sebuah proses gerakan yang tujuannya belum tercapai. Jadi 還 (hai) menjadi simbol dalam persatuan kedua ideogram, jalan dari sebuah hati manusia untuk kemanunggalan dengan „4 Besar“ dari alam semesta, bermakna sama dengan kultivasi untuk pencapaian pencerahan di dalam ajaran Taoisme. Di samping adverb „Masih“, 還 (hai) bermakna juga Pulang atau Pengulangan.

*) Tersaring dibeberapa Sumber

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya ada selembar kertas,tapi saya bingung itu tulisan apa & dari mana asal tulisan tersebut,,tapi saya yakin tulisan itu tulisan cina kuno..

Posting Komentar